TEOLOGI PERJAMUAN KUDUS
“Perjamuan Kudus Tanda Kesatuan Jemaat di dalam Kristus
(Unio Mystica) ”
1Korintus 11: 17-34
Tugas Teologi Biblika II (Perjanjian Baru)
Oleh : Joki Manaek Manalu
Mahasiswa STT-HKBP Pematangsiantar
I.
Pendahuluan
Di dalam ajaran Kristen Protestan yang dibawa oleh aliran Lutheran,
mengenal 2 Sakramen yaitu Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Perjamuan Kudus
merupakan tanda atau materai yang menyatakan bahwa dosa manusia telah diampuni
dan menerima keselamatan melalui peristiwa kematian Yesus. Dan hal inilah yang
selalu diulang orang Kristen dalam Perjamuan Kudus, yaitu memperingati
peristiwa kematian Yesus dan pengorbanan bagi manusia. Lebih daripada itu,
pelaksanaan Perjamuan Kudus memberi makna dimana orang Kristen masuk dalam
persekutuan didalam Kristus. Hal inilah yang akan mendapat penekanan didalam
paper yang menjadi bagian dari Tugas Akhir Semester mata kuliah Teologi Biblika
PB, agar jemaat Kristen benar-benar mampu memahami dan memaknai sakramen di
ditengah-tengah kehidupan ke Kristenan, khususnya mengenai Perjamuan Kudus yang
merupakan anugerah Allah kepada manusia, dimana seluruh manusia diundang
didalamnya untuk menerima keselamatan dan masuk kedalam persekutuan didalam
Yesus Kristus.
II.
Etimologi
dan Terminologi
Perjamuan Kudus
atau Sakramen Ekaristi awalnya belum disebut dengan Ekaristi/Perjamuan Kudus.
Namun berangkat dari perjamuan
malam terakhir yang diadakan Yesus kepada murid-muridnya menjelang ia ditangkap .
Istilah "ekaristi" yang berasal dari bahasa Yunani ευχαριστω, yang berarti berterima kasih atau
bergembira, istilah ini lebih
sering digunakan oleh gereja Katolik, Anglikan, Ortodoks Timur, dan Lutheran,
sedangkan istilah Perjamuan Kudus digunakan oleh
gereja Protestan. Jadi pelaksanaan
Perjamuan Kudus adalah peringatan akan peristiwa kematian dan penebusan dosa
manusi oleh Yesus melalui kematiannya di Kayu Salib.
Perjamuan Kudus didasari pada perjamuan makan malam yang lazim di Israel Kuno.[1] Roti dan anggur merupakan makanan dan minuman pokok
masyarakat Timur Tengah. Dalam perkembangan
terakhir ini para ahli mengenal perjamuan kudus dengan beberapa sebutan yakni
perjamuan akhir dan pemecahan roti. Dalam hal ini meskipun ada dua kata yang
berbeda namun tetap memilki arti yang sama. Pada awalnya dalam PL biasanya
perjamuan diadakan untuk memperingati hari kelepasan mereka dari tanah
perbudakan Mesir dan hal ini merupakan sebuah tradisi yang mereka rayakan
setiap tahunnya ( bnd. Mrk. 14: 1,2, 12- 16 ; Yoh. 13: 21- 30). Dan dalam
pelaksanaannya orang- orang Israel akan mencelupkan sepotong roti kedalam kuah
Kharoset yang akan mengigatkan mereka dengan kepahitan perbudakan di Mesir.[2]
Perjamuan Kudus yang diadakan Yesus , berhubungan
dengan upacara Paskah Yahudi. “Pesakh” berasal dari bahasa Ibrani yakni
“Pasakh”, artinya “berlalu” atau “melewati/ lewat”. Kemudian dalam bahasa
Indonesia disebut dengan kata Paskah. Dalam Kel. 12:13, Allah berjanji bahwa
hukumannya akan berlalu pada pintu- pintu yang diberi tanda dengan darah anak domba
Paskah. Artinya, Paskah menyatakan perjanjian yang diadakan Allah dengan Israel
untuk kelepasan bangsa tersebut dari perbudakan di Mesir ( Ul. 16:1 ). Dalam Perjanjian lama
orang Yahudi belum mengenal apa itu perjamuan kudus, namun dalam tradisi PL, mereka
( orang Yahudi ) sudah melakukannya sejak lama dan ini merupakan tradisi Yahudi
yang sudah mereka lakukan dari tahun ketahun dari masa yang lalu hingga saat
ini. Dalam pemahaman Yahudi
Perjamuan Kudus dimengerti dengan sebutan Perjamuan bersama dimana
mereka sekeluarga atu teman -teman terdekat mereka akan makan semeja dan mereka
juga akan memberikan sebuah korban persembahan kepada Allah ( lih. Ul. 12: 7) .[3] Perjamuan makan (
perjamuan Paskah ) ini, memiliki sebuah arti yakni untuk menoleh atau melihat
kebelakang serta menghayati bagaimana Yahwe mengeluarkan nenek moyang mereka
dari tanah perbudakan di Mesir ( lih. Kel. 12: 24 ).[4] Oleh karena itu, perayaan ini sangat
menekankan kesadaran dari bangsa Israel atas rahmat Yahwe akan kelepasan yang telah
mereka terima dari Yahwe sendiri.
III.
Perjamuan
Kudus Menurut Pandangan Para Tokoh Reformasi
·
Marthin Luther
Dalam pemahaman
Luther tentang Perjamuan Kudus disebut
Kon-substansiasi (kon yaitu sama-sama, substansi yaitu hakikat): roti dan anggur itu tidak berubah menjadi tubuh dan darah
Kristus (trans-substansiasi). Tetapi tubuh dan darah Kristus mendiami roti dan
anggur itu sehingga terdapat dua zat atau substansi yang sama-sama terkandung
dalam roti dan anggur itu. Aliran Lutheran memahami bahwa Kristus benar-benar hadir dalam Perjamuan Kudus tanpa merubah substansi roti dan
anggur. Makna kehadiran Kristus diterima, ketika yang menerima Perjamuan Kudus
percaya tentang firman Tuhan yang diberitakan melalui Perjamuan Kudus dan
percaya kepada penebusan yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Hal inilah yang
menjadikan roti dan anggur dalam teologi mengenai sakramen perjamuan kudus
menjadi sangat sakral dikarenakan adanya paham mengenai roti dan anggur menjadi
tubuh dan darah Kristus.[5]
·
Calvin
Johannes Calvin dalam pemahaman dan ajarannya
berbeda dengan Luther dengan menolak pandangan bahwa tubuh Kristus turun dari
Sorga untuk memasuki roti dan anggur Perjamuan Kudus, apalagi untuk hadir
dimana saja Perjamuan Kudus. Menurutnya, tubuh Kristus setelah naik ke Sorga,
hadir di sebelah kanan Allah Bapa, sebagai jaminan kebangkitan tubuh manusia
pada akhir zaman. Jadi untuk dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus,
manusia harus diangkat ke Sorga. Namun bukan berarti manusia diangkat secara jasmaniah tetapi diangkat secara rohaniah karena hatinya
diarahkan ke atas (sursum corda). Calvin menolak kehadiran jasmani dalam Perjamuan Kudus. Bagi Calvin, Perjamuan Kudus bukanlah tanda kosong sebab tanda ini
diberikan Allah melalui AnakNya supaya orang percaya melalui roti dan anggur
betul-betul dipersatukan dengan tubuh dan darah Kristus karena kelemahan
manusia tanda ini mutlak perlu sebagai tambahan kepada firman yang diberitakan.
Untuk pemahaman
penyatuan dengan Kristus kepada orang percaya hanya dapat dimengerti kalau
diperlihatkan dalam upacara makan roti dan minum anggur yang merupakan
penerimaan atas anugerah dari Kristus.[6]
IV.
Latar
Belakang Surat I Korintus
Paulus mendirikan gereja di Korintus pada saat perjalanan penginjilannya
yang kedua. Sedangkan surat 1 Korintus dituliskannya saat perjalanannya dari
Efesus atau ketika perjalanan penginjilannya yang ketiga. Paulus menulis surat
1 Korintus sekitar tahun 95/96 M, yang dapat dibuktikan oleh Klemens dari Roma.
Bukti kunjungan Paulus ke Korintus dapat dilihat dari sebuah prasati dari
Kaisar Claudius yang ditemukan di Delphi, dan merujuk kedatangan Paulus sekitar
tahun 49/50 M.[7]
Ketika jemaat Korintus mengirimkan surat kepada Paulus yang berisikan
pertanyaan-pertanyaan yang menandakan suatu ketidakpastian dan keraguan dalam
jemaat Korintus serta meminta nasihat dari Paulus karena Paulus yang mendirikan
jemaat di Korintus. Jemaat di Korintus mengalami banyak masalah atas rupa-rupa
yang menyebabkan kesalahpahaman dalam jemaat itu sendiri. Jemaat Korintus
dengan segala kebebasan pribadi dan karunia yang mencolok sangat mengagungkan
“pengetahuan” (gnostik) dan pemilikan Roh yang mereka gunakan untuk berhubungan
dengan pelacur (1 Kor. 6:13) serta penyembahan kepada berhala (1 Kor. 8:1).
Mereka yang mengakui memiliki Roh membantah adanya kebangkitan di masa depan
(Psl. 15), serta memberi nilai tinggi pada sakramen-sakramen bukan terutama
suatu perayaan saat persekutuan gereja, tetapi menjadikan suatu sarana untuk
memperoleh jaminan keselamatan (1 Kor. 10:1 dyb 11:17). Yesus yang duniawi
adalah keharaman bagi mereka, dan hanya Kristus yang rohani yang berarti bagi
mereka (1 Kor.12:13). Banyak masalah yang dihadapi Paulus yang tertulis dalam 1
Korintus, dan tujuan Paulus yaitu menghalau pengaruh Gnostik yang telah
menyebar dan masuk dalam dalam gereja di Korintus. Sudut pandang Gnostik
sangatlah bertentangan dengan kekristenan, karena orang Kristen memiliki Roh
dan karena itu menjadi orang merdeka namun bukan untuk disalahgunakan, tetapi digunakan untuk kepentingan banyak
orang dalam usaha membangun gereja di dalam kasih.[8]
V. Tafsiran
1
Korintus 11: 17-34 menurut V. C. Pfitzner
(BPK-GM) dan Bob Utley (Bible Leson International, Marshall, Texas)
Paulus melihat permasalahan yang terjadi di Jemaat Korintus, mengenai
penyalahgunaan injil dan mengenai perayaan Perjamuan Tuhan (sekarang Perjamuan
Kudus).
Ayat
17 :
Maksud ibadah adalah untuk membangun pertumbuhan rohani di dalam iman,
seperti Allah melayani orang kudusNya, sambil mereka saling melayani sesamanya,
dan melayani Allah dengan kurban pujian mereka. Namun yang terjadi di Korintus
sangat berbeda, jemaat berkumpul bukan untuk kebaikan, tetapi keburukan. Mereka
datang ke gereja bukan pulang dengan pengampunan dan berkat Allah, tetapi
mengundang penghakiman ilahi.[9]
Lebih jelas menurut Utley, muncul sikap sombong dari beberapa orang percaya di
Korintus dimana mereka menekankan sikap elitisme mereka, menekankan kebebasan
pribadi, dan pemikiran mereka mengenai kebijaksanaan, dalam perjamuan kasih
berubah menjadi suatu perjamuan yang mengacu pada hak, kemampuan, dan status
yang menjadi lebih tinggi dari kasih dan pelayanan.[10]
Ayat
18 :
Orang-orang Kristen yang berkumpul sebagai jemaat yang seharusnya
menunjukan kesatuan sebagai umat Allah yang baru, tetapi jemaat Korintus
mengadakan ibadah umum malah menunjukkan perpecahan dan bukan kesatuan.
Perpecahan yang terjadi disebabkan oleh maslah sosial dan ekonomi, diman perjamuan
biasa menunjukkan perbedaan kelas yang tajam antara orang kaya dan miskin.[11]
Ayat
19 :
Dalam ayat ini Paulus menjelaskan, bahwa perpecahan itu harus ada dengan
merujuk bahwa hal itu terjadi atas kehendak Allah, bukan dorongan manusia.
Karena melalui perpecahan di dalam gereja akan nyata dan terlihat siapa
diantara jemaat yang tahan uji. Dalam hal perpecahan juga harus menunjukkan
kehadiran Injil dalam melihat kebenaran Allah.[12] menjelaskan
lagi, maksud dari perpecahan jemaat dikarenakan isu yang muncul dalam jemaat,
seperti adanya orang yang percaya terhadap ajaran palsu. Ada suatu tujuan teologis yang ingin dilihat
Paulus dari perpecahan itu, yaitu untuk melihat kedewasaan jemaat ketika
menghadapi suatu perpecahan (melihat siapa yang tahan uji).[13]
Ayat
20 :
Ketika orang Kristen berkumpul bersama, perkumpulan itu disebut umat Allah
yang berkumpul di sekitar firman dan sakramen-sakramen. Dan pusat ibadah orang
Kristen adalah Perjamuan Tuhan, makanan yang kudus yang telah ditetapkan-Nya
sendiri pada malam menjelang kematian-Nya. Perjamuan Kudus disini dan maknya
berasal dari Yesus yang historis dan praktik-praktik gereja mula-mula di
Yerusalem. Perjamuan makan pada mulanya dilembagakan dalam kerangka perjamuan
Paskah yang lengkap, dan orang-orang Kristen mula-mula melanjutkan praktik
“memecah roti” bersama-sama sebagai tanda persekutuan mereka. Dalam Yudaisme,
perjamuan makan adalah persekutuan rohani. Bahkan Yesus sendiri pernah makan
dengan para pemungut cukai dan orang-orang berdosa. Setelah kebangkitan, Tuhan
menyatakan diri-Nya kepada para murind-Nya melalui “memecah roti”.[14]
Ayat
21 :
Dalam perjamuan-perjamuan kasih, terjadi suatu kesenjangan antara orang
kaya dan miskin, egois menguasai diri mereka. Dimana diantara mereka ada yang
memakan dahulu makanannya sendiri tanpa memperdulikan siapa yang yang belum
hadir dalam perjamuan itu. Digambarkan orang-orang yang terlambat adalah para
pelayan dan hamba yang tuan-tuannya anti-Kristen atau yang waktu luangnya
terbatas. Sehingga, ketika orang yang lapar datang, yang lain sudah mabuk
(kekenyangan makan dan minum), dan yang lapar menjadi tidak kedapatan makan dan
minum.[15]
Gereja mula-mula menggabungkan perjamuan Tuhan dan suatu perjamuan persekutuan
yang disebut “Agape”, muncullah keegoisan dan kerakusan karena perbedaan
sosial, bukan lagi kasih yang ditunjukkan sebagaimana yang diajarkan Yesus.
Gereja Korintus tidak percaya mereka satu dalam Kristus.[16]
Ayat
22 :
Paulus melihat penyalahgunaan perjamuan makan itu, dimana orang-orang
Korintus menghinakan Jemaat Allah dengan menunjukkan bahwa mereka tidak
memiliki kasih dan perhargaan terhadap sesama anggota jemaat. Sehingga perilaku
yang tidak mengenal kasih itu yang memecah belah jemaat sama seperti ajaran
sesat, hanya membawa penghinaan kepada umat Allah secara keseluruhan. Sama saja
perilaku tersebut adalah penyangkalan terhadap panggi;an Allah yang penuh kasih
karunia, yang telah memanggil segala jenis orang ke dalam persekutuan gereja.[17]
Ayat
23 :
Paulus meluruskan segala sesuatunya dengan mengingatkan mereka akan injil
sakramen yang terdapat di dalam tradisi yang pernah diteruskannya kepada
mereka. Dengan mengutip perintah penyelenggaraan Perjamuan Kudus sebagai tradisi
suci, dia tidak memberikan pengajaran yang baru, melainkan mengingatkan para
pembacanya akan sebuah rumusan yang sudah dikenal. Sesungguhnya, Allah
sendirilah yang menyerahkan Anak-Nya sebagai kurban bagi dosa. Tradisi yang
dikutip Paulus pada mulanya berasal dari Paskah Kristen pertama yang besar,
yang dirayakan kembali setiap orang Kristen berkumpul pada perjamuan Tuhan.
Setiap Paskah Yahudi adalah perayaan tentag tindakan Allah yang besar dalam
menyelamatkan Israel dari perbudakan di Mesir. Setiap perayaan Kristen akan
sakramen memberitakan tindakan kebebasan yang jauh lebih besar lagi.[18] Dalam perjamuan, Yesus tidak
menggunakan anak domba Paskah sebagai simbol, karena terlalu kuat dengan
Perjanjian Lama. Sehingga Roti menjadi simbol baru persatuan.[19]
Ayat 24 :
Yesus mengucap syukur saat perjamuan makan dengan
murid-murid-Nya, lalu membagi-bagikan potongan roti menjadi bagian dari liturgi
Paskah. Lalu Yesus berkata “Inilah
tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu”. Disini Yesus menciptakan hubungan
antara penyerahan tubuh-Nya pada saat ini dan kematian-Nya yang akan segera
tiba. Tubuh-Nya akan diserahkan pada salib sebagai ganti dosa umat manusia.[20]
Yesus menggunakan roti yang terpecah sebagai dari tubuh rusak-Nya di Kalvari.
Sebagaiman roti yang memberikan pertumbuhan fisik dan kehidupan kepada mereka
yang memakannya. Demikianlah tindakan Yesus memberikan kehidupan rohani kepada
mereka yang menerimanya.[21]
Ayat 25 :
Setelah melakukan pemecahan roti, Yesus mengucapkan
kata-kata tentang cawan yang mengacu pada isi cawan tersebut. Gereja mula0mula
memahami bahwa Yesus adalah domba Paskah yang sempurna. Disini Yesus berbicara
tentang pembentukan suatu perjanjian yang baru melalui kematian-Nya, kematian
yang bermakna pengampunan dan pembebasan dari dosa. Istilah daging dan darah
adalah ungkapan kurban sebagai bagian yang terpisah dari si korban. Roti dan
Anggur adalah lambang kematian Kristus yang berada dalam kematian demi dosa
banyak orang.[22]
Perjanjian baru yang dimaksud dalam perkataan Yesus memiliki makna suatu wasiat
atau pesan terakhir, seperti yang dimaksudkan Yeremia bahwa Perjanjian Allah
itu bersifat tergantung pada suatu respon pertobatan iman.[23]
Ayat 26 :
Dalam komentar Paulus sendiri, bahwa mengingat
Tuhan berarti lebih dari sekedar mengenang masa lalu. Tidak petunjuk tentang
berapa kali orang Kristen harus makan roti dan minum cawan. Perjamuan Tuhan
jelas mengenang peristiwa-peristiwa penyelamatan di masa lalu, dan juga berarti
partisipasi di dalam kehadiran yang menyelamatkan. Pada setiap Perjamuan, orang
Kristen memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.[24]
Ayat 27 :
Perjamuan Tuhan yang dilakukan dengan tidak layak,
yaitu tidak sesuai dengan hakikat dan karunia sakramen. Dituntut pertobatan
atau iman yang benar dalam melakukan Perjamuan Tuhan, tidak mungkin ada
perjamuan yang layak jika tidak sesuai dengan hakikat sakramen. Karena, cara
makan dan minum yang tidak layak membuat orang berdosa terhadap tubuh dan darah
Tuhan. Dosa yang dimaksud adalah memperlakukan sesuatu yang suci dan kudus
seperti sesuatu yang biasa saja. Sehingga pada waktu itu, orang-orang Korintus
tidak bisa membedakan antara makanan dan minuman yang biasa dengan unsur kudus
dari roti dan anggur yang di dalamnya mereka menerima tubuh dan darah Kristus.[25] Nats
ini menjelaskan mengenai kesatuan gereja yang terganggu disebabkan keangkuhan
dan kebanggaan kelompok-kelompok pemecahbelah, tetapi ada juga beberapa orang
yang memahami hal tersebut sebagai suatu sikap rohani yang tepat ketika
melaksanakan Perjamuan Tuhan.[26]
Ayat 28-29 :
Paulus menasehati orang-orang Perjamuan Tuhan bukan
untuk memenuhi ukuran-ukuran moralitas atau kesalehan, tetapi untuk
mempertahakan sikap yang benar terhadap kasih karunia tersebut, karena mereka
yang menerima karunia-karunia Allah harus mempertanggungjawabkan penggunaan dan
penyalahgunaannya pada hari penghakiman. Tetapi murka Allah jatuh pada
orang-orang berdosa, dimana barangsiapa yang makan dan minum tanpa mengakui
tubuh Tuhan, ia mengundang hukuman atas dirinya. Karena Sakramen menawarkan
kasih karunia yang murni, tetapi bagi siapa yang menyalahgunakannya akan
mendapat hukuman “kutukan”. Tubuh dapat diartikan sebagai gereja, disini Paulus
mengatakan kegagalan orang-orang Korintus karena mereka menyalahgunakan
sakramen, bertindak tanpa mengenal kasih
kepada sesama Kristen yang lebih miskin. Menyakiti seorang saudara Kristen
berarti menyakiti Kristus sendiri, karena persekutuan didalam jemaat merupakan
satu tubuh Kristus sebagai gereja.[27]
Ayat 30 :
Makan dan minum secara layak bukanlah semacam
jaminan ajaib terhadap sakit-penyakit dan kematian, namun penolakan terhadap
kasih karunia menempatkan seseorang kembali ke dalam dunianya yang lama, yang
dikuasai oleh dosa dan maut, serta kuasa-kuasa iblis. Mereka menyalahgunakan
sakramen itu haya berharap untuk melihat kuasa-kuasa jahat yang lama bekerja di
antara mereka.[28]
Ayat 31-32 :
Pengujian diri yang jujur dan sungguh-sungguh
membawa pada pertobatan dan pada penerimaan secara layak karunia-karunia
sakramen. Ketika kita menerima hukuman Allah (penyakit bahkan kematian sebagai
agen penghakiman) sebagai orang percaya,
semua itu mempunyai maksud yang positif dalam rencana Allah. Penderitaan yang
diberikan Allah bukan untuk menghancurkan, tetapi sebagai disiplin yang
bertujuan membawa kita pada iman yang lebih mendalam dan kemuliaan terakhir.[29]
Penghukuman sementara kepada orang percaya yang
menyakiti gereja, mungkin merupakan tindakan kasih untuk menghindarkan
mereka dari hukuman yang lebih parah yang terkait dengan penghancuran gereja. Dunia
berdiri dibawah penghakiman Allah (1 Kor.11: 32) dan sungguh-sungguh membutuhkan rekonsiliasi (2
Kor.5: 19; Roma 11:15).[30]
Ayat 33 :
Paulus menasehatkan dengan lembut kepada
saudara-saudara dalam iman, bila mereka berkumpul untuk makan pada perjamuan-perjamuan
kasih dan ikut serta di dalam sakramen, orang-orang Korintus harus menantikan
seorang akan yang lain untuk memastikan bahwa tak ada orang yang pulang dengan
kelaparan.[31]
Ayat 34 :
Rumah adalah tempat untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhan fisik diri sendiri, sedangkan perhimpuan jemaat adalah
tempat untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan rohani dan untuk merayakan kasih
Allah di dalam Kristus dengan jalan berbagi dengan sesama saudara Kristen.[32]
VI.
Makna
Roti Dan Anggur dalam Perjamuan
Kudus
Dalam Perjamuan Kudus, Roti dan Anggur dipahami
sebagai tubuh dan darah Yesus. Roti dan Anggur yang digunakan dalam Perjamuan
Kudus terkandung dalam firman Allah dan terikat padanya. Firman itulah yang
membuatnya menjadi sakramen dan memisahkannya sehingga sakramen itu bukanlah
Roti dan Anggur biasa. Artinya orang Kristen harus memandang menghayati Roti
dan Anggur itu didalam firman.[33] Terdapat makna dari Roti dan Anggur dalam sakramen
perjamuan kudus, yaitu:[34]
1. Roti melambangkan
Tubuh Kristus, mengingatan dan memperingati tubuh Yesus yang disalibkan. Makan
tubuh Kristus dalam arti kita dipersatukan dengan Dia, dengan menerima apa yang
dilakukan-Nya bagi manusia, Yoh 6:48-58. Makan roti mengingatkan bahwa Yesus
menjadi manusia supaya tubuh manusiawi itu disalibkan. Ia menderita dan mati
serta bangkit, untuk menciptakan Tubuh baru, yaitu jemaatNya
2. Anggur melambangkan darah Kristus yang ditumpahkan
untuk menyucikan dosa-dosa manusia. Darah ditumpahkan pada atau dari tubuh
Yesus yang terpaku di kayu salib untuk pengam-punan atau penghapusan dosa
seluruh manusia. Darah yang adalah hidup, ditumpahkan agar memberi hidup kekal
bagi manusia. Minum anggur dari cawan pada saat Perjamuan Kudus, mengingatkan
kita bahwa Yesus sendiri telah minum cawan murka Tuhan Allah yang seharusnya
diterima manusia.
Gereja-gereja
Protestan umumnya lebih menekankan perjamuan sebagai peringatan akan kematian dan pengorbanan Yesus bagi
umat manusia. Ketiga makna Roti dan Anggur diatas terlihat dalam surat Paulus kepada jemaat di Korintus, di mana
Paulus menetapkan aturan perjamuan kudus berdasarkan kesaksian yang diterimanya
pada saat itu, yang terdapat dalam:
1 Korintus 11:25
“Yesus mengambil roti lalu
mengucap syukur atasnya, sesudah itu Ia memecah-mecahkannya dan berkata:
"Inilah tubuhKu, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi
peringatan akan Aku!" Lalu ia mengambil cawan anggur dan berkata:
"Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darahKu;
perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!”
Pasal dan ayat inilah yang biasa
dipakai dalam pelaksanaan Sakramen Perjamuan Kudus di
gereja-gereja Kristen sampai saat ini.[35] Tujuan dari Perjamuan Kudus adalah[36] :
·
Sebagai dasar yang mendorong kita untuk memperoleh pengampunan dosa dalam
perjuangan kita melawan segala dosa, maut dan segala kemalangan.
·
Untuk Peneguhan Iman, Perjamuan Kudus diberikan sebagai makanan dan
penyegaran iman sehari-hari sehingga iman kita dapat bertumbuh lagi dan
memperbaharui kekuatannya agar tidak jatuh lagi.
VII.
Teologi
Perjamuan Kudus Sebagai Tanda Kesatuan Jemaat Dalam Kristus “Unio
Mystica”
Melalui tafsiran 1 Korintus dapat ditarik suatu
Teologi, yaitu Teologi Kesatuan Jemaat. Dimana Paulus dalam penjelasan akan
pengajarannya menempatkan Perjamuan Kudus dalam konteks persekutuan di meja
makan, artinya makna persekutuan memainkan peranan penting dalam kehidupan
orang Kristen mula-mula. Ini menjadi alasan Paulus mengartikan Perjamuan Kudus
dalam pengertian persekutuan, dimana roti yang dipecah-pecahkan adalah
persekutuan (Koinonia) dalam tubuh Kristus, demikian juga cawan pengucapan
syukur adalah persekutuan dalam darah Kristus. Persekutuan (Koinonia) mempunyai
arti teologis yang dalam, orang-orang yang ikut dalam Perjamuan Kudus tidak
bersifat formalitas, tetapi melibatkan keseluruhan pribadi orang yang
mengikutinya. Perjamuan Kudus merupakan tolak ukur untuk melihat kesetiaan
seseorang yang sesungguhnya. Sehingga menjadi jelas bahwa persekutuan
orang-orang Kristen mencakup semua orang yang mengambil bagian dalam Kristus dan
karena itu dipersatukan di dalam satu tubuh. Dalam Perjamuan Kudus terkandung
dasar teologis untuk kesatuan. Pelaksanaan Perjamua Kudus juga dilakukan untuk
memberitakan peristiwa yang bersejarah di masa lampau yaitu kematian Kristus
sebagai pusat iman Kristen.[37]
Dalam Perjamuan Kudus ada dua hal yang perlu
dibedakan, yaitu tanda dan yang ditandai. Sebagai tanda yaitu Roti
dan Anggur, yang ditandai yaitu materai. Dimana Tuhan Yesus sendiri yang
mengatur Perjamuan Kudus sebagai sakramen untuk menerangkan bahwa kesengsaraan
dan kematian-Nya mendatangkan anugerah kepada tiap orang yang percaya. Orang
melakukan Perjamuan Kudus berarti tidak saja bersekutu dengan orang-orang
percaya, tetapi juga bersekutu dengan Kristus. Persekutuan yang dimaksud bukan
persekutuan secara lahir, tetapi secara rohani yang sungguh-sungguh. Seperti
Roti dan Anggur yang masuk dalam tubuh kita akan hancur dan meresap kedalam,
menjadi daging dan darah, inilah yang dikatakan Unio Mystica, kesatuan yang gaib yaitu kesatuan secara roh. Dalam
Perjamuan Kudus ada dua pihak, pihak dari Tuhan dan pihak dari kita. Pihak dari
Tuhan, Perjamuan Kudus dijadikan materai dari semua yang telah dicapai oleh
Tuhan Yesus untuk setiap orang percaya.
Dari pihak kita/manusia, Perjamuan Kudus menyatakan kepercayaannya dan
menunjukkan bahwa mereka semua itu menjadi anggota dari satu jemaat dan satu
Tuhan.[38]
VIII.
Implikasi
Teologis Perjamuan Kudus bagi Jemaat.
Dengan melihat kesimpulan dari Teologi Kesatuan Jemaat
didalam Kristus, maka dalam Perjamuan Kudus yang merupakan peringatan kematian
dan kebangkitan Kristus merupakan suatu pesta sukacita, dimana dosa umat
manusia telah ditebus dan menerima Perjamuan Kudus sebagai pengampunan agar
menerima kehidupan yang kekal. Tuhan Yesus memberikan
tubuh dan darahNya menjadi makanan dan minuman supaya kita bisa berdiam dalam
Tuhan, dan Tuhan berdiam dalam kita. Kemudian kita dikuatkan dalam pembaharuan
hidup setiap hari. Secara mendasar Perjamuan Kudus berfungsi sebagai
peringatan, meneguhkan kepercayaan, membaharui hidup, mendamaikan hubungan dan
peduli terhadap sesama.[39] Tentulah hal ini menjadi suatu hal yang penting yang
harus dipahami jemaat Kristen dalam memaknai Perjamuan Kudus. Agar jemaat juga
menemukan suatu rasa kesatuan yang benar untuk bersekutu dalam Kristus, supaya
tidak lagi terjadi perpecahan di dalam jemaat Kristen karena adanya pemahaman
yang salah dan pelaksanaan Perjamuan Kudus dapat dilakukan dengan baik dan
benar di dalam jemaat Kristen masa kini.
IX.
Kesimpulan
Perjamuan
Kudus adalah kewajiban orang Kristen, sebagai orang-orang Kristen yang benar
harus mengikuti Perjamuan Kudus, karena disinilah iman kita menjadi tergerak
untuk semakin bertumbuh dan diperbaharui. Melakukan Perjamuan Kudus bukanlah
untuk kepentingan orang lain, tetapi untuk kepentingan diri masing-masing yang
secara iman membutuhkannya. Karena kelemahan daging yang membuat manusia tidak
dapat melawan dosa, sehingga disadarilah bahwa melalui Perjamuan Kudus yang
diterima dengan keyakinan akan meneguhkan iman seseorang dalam menjalani
kehidupannya. Perjamuan Kudus adalah anugerah Allah yang
diberikan kepada semua orang yang percaya kepada Kristus, yang telah memberikan diriNya demi keselamatan umat
manusia. Yesus sendiri yang memberikan diriNya, itu berarti suatu undangan yang
sangat berharga, di mana semua orang percaya dilayakkan untuk ikut dalam
Perjamuan Tuhan. Kita manusia yang tidak layak karena keberdosaan kita, oleh
diri Yesus Kristus, sekarang kita dilayakkan dan berhak untuk mewarisi janji keselamatan
dan penyertaan Tuhan dalam kehidupan kita. Jadi Perjamuan Kudus seharusnya tidak
ditentukan oleh perasaan manusia atau orang percaya, melainkan seharusnya sikap
semua orang percaya adalah menerima keselamatan yang diberikan melalui Perjamuan Kudus, tanpa mempertimbangkan apakah
ia siap atau tidak siap. Sebaiknya kapan saja Tuhan memanggil kita untuk ikut
dalam perjamuanNya, maka seharusnya kita dengan segera bangkit dan bergegas
mendekatkan diri ke hadirat Tuhan yang maha baik itu.
Perjamuan
Kudus itu harus menjadi sarana berefleksi bagi jemaat untuk mengambil sikap
sebagai pendamai bagi sesama.
Sebagaimana Kristus telah mengorbankan dirinya sebagai kurban pendamaian bagi
umat yang berdosa, demikianlah hendaknya semua orang percaya dalam Perjamuan Kudus
itu bersedia untuk diperdamaikan oleh Yesus Kristus dengan semua orang. Maka kesatuan jemaat didalam Kristun pun akan terwujud, dimana kasih akan
terpelihara didalam kehidupan persekutuan jemaat Kristen sehari-hari. Bersedia diperdamaikan Kristus berarti
bersedia menjalin hubungan yang baru, bersedia memaafkan saudara yang mungkin
pernah menyakiti perasaan kita.
[1] C.J. Den Heyer, Perjamuan Tuhan, BPK Gunung Mulia Jakarta:1997, Hlm.18-19.
[2] J.D. Douglas, Perjamuan Kudus
dalam Ensklopedia Alkitab Masa Kini,
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, Jakarta; 2011,hlm.247
[3] Lih. H.H. Rowley, Ibadat
Israel Kuno, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2010: hlm. 70
[4] Lih. F.L. Bavink, Sejarah
Kerajaan Allah I, BPK Gunung Mulia,Jakarta 1990: hlm. 283- 285
[6] Ursinus Caspar, Katekhismus Heidelberg (Pengajaran Agama
Kristen), (Jakarta: BPK-Gunung Mulia,2007), hlm. 51.
[7] Bob Utley, Surat-surat Paulus kepada Gereja-gereja yang
bermasalah: I-II Korintus, (Marshall, Texas: Bible Lesson International,
1997), hlm. 1-2
[10] Bob Utley, Surat-surat Paulus kepada Gereja-gereja yang
bermasalah: I-II Korintus, (Marshall, Texas: Bible Lesson International,
1997), hlm.189
[39] Victor Tinambunan, Bohal ni
Parhalado Dohot Ruas ni Huria, L-Sapa
STT HKBP P. Siantar: 2012, hlm. 33-37.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar